UNGKAPAN RELUNG HATI...
“Ya Allah, Engkaulah yg maha membolak-balikkan hati….”
Ketika jilbab masih jauh dariku, aku hanya tersenyum melihat gadis-gadis lain yang memerlukan waktu lebih lama dariku saat berwudhu karena mereka berjilbab.
Ketika jilbab mulai merayuku, aku tersenyum iri melihat gadis-gadis yang berlalu-lalang di hadapanku dengan jilbab yang membingkai indah wajah mereka.
Ketika jilbab mulai menyapaku, aku tersenyum sambil mengangguk dan kukatakan: “Ma, ingin rasanya berjilbab,” pada ibuku.
Ketika jilbab mulai menemani hari-hariku, aku tersenyum puas karena aku mampu melalui hari-hari di Kota Udang yang panas dengan nyaman.
Ketika jilbab mulai mengujiku, aku tersenyum kecut. Manakah yang harus kupilih: tetap dengan jilbabku atau mengabulkan permintaan orang tua untuk menanggalkannya beberapa saat. Dan, aku lebih memilih menanggalkannya demi orang tuaku. Akh…maafkan aku karena mengecewakanmu, jilbab.
Ketika jilbab mengujiku lagi, aku hanya tersenyum pahit. Lagi, lagi, aku memilih menanggalkannya demi mengabulkan permintaan orang tua. Walau itu hanya dalam hitungan menit, tapi tetap saja aku mengecewakanmu. Maafkan aku, jilbab…
Ketika jilbab membiarkanku, aku tak mempedulikan makna keindahan hakiki dari jilbab: pakaian takwa yang membingkai segala keindahanku agar tidak dengan murah dinikmati orang lain. Jilbab hanya pemanis bagiku. Oh, jilbab, jangan hina aku…
Ketika jilbab mulai membuatku berpikir, aku tersenyum pilu. Ketika itu, aku mulai mengenal satu dunia di bagian selatan kota kembang, ‘bumi putih-biru’. Dunia baru yang mengenalkanku pada hal-hal baru. Dunia yang membuatku berpikir dan belajar memaknai berbagai hal. Dunia yang membuatku merasa semakin rindu pada jilbabku. Rindu, karena selama 5 tahun, aku belum mampu memaknai keindahan hakiki belahan jiwaku, jilbab. Aku merasa hina. Hina, karena selama 5 tahun, jilbab hanya membuatku sebagai boneka. Boneka? Ya, boneka yang dengan mudah berganti pakaian, dengan warna-warni yang menggoda dan hanya sebatas hiasan. Akh, jilbab, selama itukah engkau membuatku berpikir?Selama itukah, engkau menguji kesetiaanku dan kekuatanku tuk bertahan? Oh, jilbab…Maaf.
Ketika jilbab mulai menjadi pelengkap jiwaku, aku tersenyum resah. Ya, inilah pertama kali kupanjangkan jilbabku. Cukuplah menutup dada karena aku harus menghimpun segenap kekuatan untuk bertahan dari komentar keluargaku. Cukuplah tidak tembus pandang karena aku harus mengumpulkan argumen untuk merasionalkan logika dan membangun kesadaran diri.
Ketika jilbab membawaku pada beberapa perubahan, aku tersenyum pilu. Ya Allah, apakah ini hanya kan kujadikan topeng? Namun hati kecil menjerit: TIDAK! TIDAK AKAN KUBIARKAN PIKIRAN INI, JASAD INI DAN HATI INI BUTA. TAKKAN PERNAH KUIZINKAN ENGKAU MENGGUNAKAN JILBAB HANYA SEBATAS TOPENG. TAKKAN KUBIARKAN KAU HINAKAN JILBAB YANG KAU KENAKAN!
Wahai jilbab, sungguh ini sebuah cobaan bagiku untuk mempertahankanmu; bukan hanya fisik tetapi juga hati dan jiwa ini.Dan, semua itu membutuhkan pengorbanan. Tetapi, bukanlah pengorbanan yang sia-sia jika pengorbanan ini ditujukan hanya karena ALLAH SWT.
Wahai jilbab, hampir 9 tahun aku bersamamu. Engkau pun telah berubah. Dulu, kau masih cukup mungil tetapi kini kau tak dapat dikatakan mungil lagi. Tapi, bukan karena siapapun atau apapun kupanjangkan dirimu. InsyaAllah, melalui berbagai proses, engkau adalah aku. Aku akan senantiasa berjuang bertahan dan mempertahankamu, dan kumohon pertahankanlah diriku agar aku tak pernah berpikiran untuk memangkasmu dan jangan pernah rayu aku untuk memangkasmu, apapun yang terjadi. Inilah izzah-ku…
Ketika jilbab telah menjadi belahan jiwaku, aku hanya mampu berdoa dan terus berdoa: “Ya Allah, Yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah langkah ini untuk senantiasa berjuang menegakkan panji-Mu; mempertahankan izzah-ku; dan senantiasa menjaga keimanan yang telah Engkau anugerahkan padaku sejak pertemuan pertama kita hingga pertemuan kita selanjutnya kelak.”
Ketika jilbab meragukan diri ini, aku hanya mampu berkata: “Aku serahkan semua kepada Allah, tetapi…InsyaAllah, bukan karena mereka, dia atau siapapun aku mengenakanmu, tetapi hanya karena aku membutuhkanmu”.
InsyaAllah. Selamat Berjuang! Selamat berjuang, Saudariku… Inilah jati dirimu, insyaAllah
-teruntuk belahan jiwaku yang telah menemaniku-